Tanggal 5 Januari 2021, setelah sholat maghrib dan mengaji, saya mengambil ponsel untuk memainkan sebuah game sepak bola. Ketika sedang asyik menggocek dan menendang bola ke gawang lawan, notifikasi pesan masuk dari aplikasi whatsapp muncul di layar, mengganggu keasyikan itu.

“Ih! Ganggu aja!”, omel saya waktu itu, selalu kesal jika ada notifikasi yang mengganggu ketika saya sedang bermain game.

Saya abaikan notifikasi-notifikasi itu, dan kembali melanjutkan permainan. Namun, notifikasi itu terus datang berhamburan. Akhirnya saya mengintip siapa saja yang mengirim pesan waktu itu. Notifikasi-notifikasi itu berasal dari beberapa grup, awalnya ingin saya abaikan dan kembali memainkan game itu. Tapi ketika menggulirkan layar ke bawah, ada pesan dari nomor tak dikenal, yang berisi perkenalan dari sekolah baru yang akan saya tempati.

“Wah, pesan penting!”, ujar saya waktu itu. Langsung keluar dari game dan membuka whatsapp.

Nomor tak dikenal itu memperkenalkan diri, bahwa beliau adalah Kurikulum dari sekolah baru yang akan saya tempati, dan pesan selanjutnya menyatakan bahwa saya akan mulai ditugaskan sejak tanggal 11 Januari 2021, di hari pertama semester baru, meskipun belum ada surat keputusan resmi dari pemerintah.

Setelah membalas pesan itu, saya langsung menghubungi Kurikulum di sekolah tempat saya masih bekerja, dan memberitahukan mengenai hal itu.

Pak Kurikulum dari sekolah lama memberi ucapan selamat, dan beliau mengatakan, “Kalau ada waktu, besok datanglah ke sekolah, bicara langsung pada Pak Kepala Sekolah, nanti Bapak antar”

Hari Rabu, 6 Januari 2021, sekitar pukul 9 pagi saya berangkat menuju sekolah tempat saya masih bekerja, sesuai percakapan dengan Pak Kurikulum malam sebelumnya. Jujur, waktu itu ketika akan melangkahkan kaki ke luar rumah, rasanya seperti hari pertama ketika saya akan berangkat ke sekolah itu untuk memberikan surat lamaran pekerjaan, tepat di hari Senin, 21 Oktober 2019.

Jika di hari Senin, 21 Oktober 2019 saya harus mengumpulkan keberanian untuk menginjakkan kaki pertama kalinya di sekolah itu dan menjadi bagian di dalamnya, maka di hari Rabu, 6 Januari 2021 saya kembali harus mengumpulkan keberanian untuk menginjakkan kaki kembali di sana setelah sekian lama tak pergi ke sana disebabkan adanya pandemi yang mengharuskan bekerja dari rumah. Dan kali ini, untuk sebuah perpisahan, untuk pamit, tak lagi menjadi bagian di dalamnya.

Tiba di sana, saya langsung masuk ke ruangan Wakil Kepala Sekolah. Di ruangan itu, berkumpul beberapa Wakil Kepala Sekolah dengan kesibukan masing-masing, kecuali Pak Kurikulum, beliau tidak ada di ruangan itu. Setelah bertanya pada Pak Humas, rupanya Pak Kurikulum belum datang. Begitu pun dengan Pak Kepala Sekolah (tadinya jika Pak Kepala Sekolah sudah ada, saya akan menemuinya sendiri, agar tidak merepotkan).

Saya memutuskan untuk pergi sebentar, mengembalikan buku ke perpustakaan, dan mengambil beberapa berkas di ruangan Tata Usaha, lalu menunggu kedatangan Pak Kurikulum di ruang piket.

Beberapa puluh menit kemudian, tak kunjung saya lihat mobil Pak Kurikulum, dan saya pun memutuskan kembali ke ruangan Wakil Kepala Sekolah dan menunggu di sana. Ketika memasuki ruangan itu, rupanya Pak Kurikulum sudah ada di mejanya, tapi sedang ada tamu di hadapannya.

Beberapa menit kemudian, Pak Humas memberitahu bahwa tamu Pak Kurikulum sudah pergi, giliran saya yang duduk di hadapannya.

Waktu itu, lagi-lagi percakapan dibuka dengan ucapan selamat. Lalu Pak Kurikulum melanjutkan dengan permintaan maaf serta berbagai nasihat. Banyak sekali nasihat dari beliau yang saya terima. Tapi di antara nasihat-nasihat itu, di sini saya ingin berbagi nasihat dari beliau tentang kehidupan, yang saya sebut nasihat itu sebagai “Filosofi Tangan”.

“…Ada tiga hal yang mempengaruhi hidup kita. Yang pertama adalah Garis Tangan”, ucapnya sambil memperlihatkan garis tangannya.

“…Yang kedua adalah Campur Tangan, dan yang ketiga adalah buah tangan”, beliau menggunakan buku dan ponselnya untuk mengilustrasikan hal yang kedua dan ketiga.

“Oh iya, ada satu lagi, tanda tangan”, tambahnya sambil mengilustrasikan tanda tangan dengan pulpennya.

“Hal yang pertama adalah Garis Tangan. Semua hal yang terjadi dalam hidup kita sudah tergambar di Garis Tangan. Setiap orang memiliki Garis Tangannya masing-masing. Dan itu sudah takdir dari Allah…”

“…Yang kedua adalah Campur Tangan, yaitu kelakuan kita sendiri. Jika Garis Tangan kita sudah bagus, tapi kelakuan kita gak bener, Garis Tangan itu rusak oleh Campur Tangan…”

“Dan yang ketiga adalah Buah Tangan. Buah Tangan kan artinya pemberian, tapi yang dimaksud di sini bukan kita memberi sesuatu pada orang lain seperti gratifikasi, melainkan perbuatan kita pada orang lain, kebaikan kita pada orang lain. Jika kita banyak berbuat kebaikan pada orang lain, tentu kebaikan-kebaikan itu akan kembali pada diri kita…”

Saya terpana dengan nasihat beliau waktu itu. Dan sampai sekarang ucapan beliau itu masih melekat di dalam pikiran ini.

Sebenarnya masih banyak nasihat lain dari beliau, tapi mungkin akan saya bagikan lagi di lain waktu. Insyaa Allah, jika Allah mengizinkan, semua perjalanan dan pengalaman hidup yang banyak memberi saya pelajaran dan hikmah mulai dari tanggal 21 Oktober 2019 sampai dengan 8 Januari 2021 akan kembali saya tuangkan dalam bentuk buku. Yang jelas, di tulisan kali ini, saya ingin mengajak agar kita tak pernah berhenti percaya pada Allah swt, selalu yakin bahwasannya yang ditakdirkan untuk kita adalah yang terbaik, tapi jangan rusak takdir itu dengan kelakuan rese kita, kelakuan kita yang banyak mengeluh, lupa bersyukur, dan kelakuan rese lainnya.

Rizki, jodoh, dan umur, sudah diatur. Semua sudah tergambar di Garis Tangan. Tinggal kita selalu memperbaiki diri dan berbuat baik pada semua makhluk, agar tak terjadi kerusakan yang disebabkan Campur Tangan dan agar memperoleh hasil dari Buah Tangan.

Tak ada jalan lain mengarungi hidup selain dengan dijalani dan dinikmati, karena kalau dihindari atau ditunda hanya akan menambah beban dan pikiran.

Jangan terlalu khawatir akan kelangsungan hidup, karena seringkali kekhawatiran yang berlebihan tidak pernah menjadi kenyataan.

Jalani dan Nikmati.

Terima kasih kepada Bapak M.E. Suhartono atas nasihat-nasihatnya, sehingga menjadi inspirasi terlahirnya tulisan ini.