Berita itu ku baca sekitar pukul enam pagi..

Kepergian Embun Pagi..

Aku tersentak, terpukul, air mata tak tertahankan lagi..

Berusaha menyembunyikan kesedihan dengan bersembunyi..

Mengendarai motor dengan tidak stabil karena gejolak emosi..

Seperti biasa, semua ku tahan sendiri..

Mengharapkan teman berbagi, tapi ekspektasi ku terlalu tinggi..

Ingin melihat Embun Pagi untuk yang terakhir kali..

Tapi Tuhan tetap yang menghendaki..

Tuhan memberiku kesempatan untuk pergi..

Hendak melihat Embun Pagi..

Aku tetap pergi, meski ada pihak yang tak menghendaki..

Di perjalanan, aku mencoba untuk tak menitikkan air mata lagi..

Mencoba berseri..

Tapi hatiku tak bisa ku bohongi..

Batinku sakit tak terperi..

Bahkan bumi pun menangis untuk Embun Pagi..

Bumi tak membiarkannya berlama-lama dikerubungi..

Bumi ingin segera mendekapnya atas perintah Ilahi..

Semenjak sakitnya, diri ini tak pernah berhenti mendoakan kesembuhannya minimal sehari lima kali..

Ada beberapa penyesalan yang membuat diri ini begitu tak bisa menahan diri..

Tapi Tuhan memanggilnya secepat ini..

Semoga diampunkan semua dosanya, diterima amal ibadahnya, diterangi kuburnya, dimudahkan hisabnya..

Semoga kembali berjumpa di surga nanti..

Terima kasih untuk segalanya, Embun Pagi..